JAKARTA, MENARA62.COM – Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Dr Ir Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd mengungkapkan Kowani memiliki sejarah yang panjang dan membanggakan dalam usaha pencapaian pemberdayaan perempuan Indonesia. Organisasi federasi perempuan terbesar di Indonesia tersebut sejak didirikan pada tahun 1928 sudah melakukan berbagai upaya dalam rangka pemberdayaan perempuan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Hal tersebut diungkapkan Giwo pada Webinar Nasional dalam rangka Roadmap W20 G20 Indonesia Presidency 2022 dan Peringatan Hari Ibu 2021, Rabu (24/11/2021). Webinar dengan tema ‘Pemberdayaan Perempuan Pedesaan dan Pemberdayaan Perempuan Penyandang Disabilitas’ tersebut menghadirkan pembicara kunci Dra. Lenny N. Rosalin, MSc, MFin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak.Menurut Giwo, pemberdayaan perempuan adalah aspek penting untuk membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Karena itu dalam perjalanan Kowani, persoalan pemberdayaan perempuan ini menjadi salah satu fokus garapan organisasi yang membawahi 97 organisasi perempuan di Indonesia tersebut, sejak Kowani lahir hingga kini dan yang akan datang.Lebih lanjut, Giwo mengatakan kepercayaan pemerintah terhadap Kowani sebagai bagian dari Women20 G20 Presidency 2022 merupakan sebuah kebanggaan tersendiri bagi Kowani. Karena itu untuk mempersiapka forum tersebut, Kowani berupaya menghimpun berbagai masukan dari sejumlah pakar, akademisi, organisasi profesi dan pihak lain terkait isu-isu yang akan dibahas.
W20 berfokus pada empat isu prioritas, yaitu: (1) Diskriminasi dan Kesetaraan Perempuan, (2) Inklusi Ekonomi untuk Pemberdayaan Perempuan, (3) Peningkatan Perempuan Pedesaan dan Penyandang Disabilitas, dan (4) Peningkatan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak. “Hari ini kita membahas isu peningkatan perempuan pedesaan dan penyandang disabilitas untuk mendapatkan masukan dan rekomendasi terkait W20 G20 dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten di bidangnya,” lanjut Giwo.
Sebagaimana diketahui, Indonesia akan menjadi tuan rumah penyelenggaraan G20 tahun 2022, dengan mengambil tema “Recover Together, Recover Stronger”. Salah satu Engagement Group dari G20 yaitu Women20 (W20) yang berfokus pada pembahasan perempuan, dan KOWANI merupakan Chair dari W20.
Giwo menjelaskan G20 merupakan forum multilateral yang mempertemukan 19 ekonomi utama dunia dan uni eropa, dengan anggotanya mencakup lebih dari 60 persen populasi dunia, 75 persen perdagangan global dan lebih dari 80 persn PDB dunia. Anggotanya antara lain Argentina, Australia, Brazil, Kanada, China, Prancis, Jerman, India, Indonesia Italia, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
G20 lanjut Giwo didirkan pada 1999, dengan tujuan adalah utk menciptakan dan memelihara pertumbuhan global yang solid berkelanjutan, seimbang dan inklusif. Awalnya G20 adalah pertemuan antara menteri keuangan dan gubernur bank sentral . Namun sejak 2008 G20 telah menjadi tuan rumah bagi kepala negara pada konferensi tingkat tinggi tahunan. “Kemudian mulai tahun 2010, mengadakan diskusi mengenai sektor pembangunan serta membangun consensus diantara para peserta,” tukas Giwo..
Sebagai sebuah forum multilateral, G20 jelas Giwo tidak memiliki sekretariat tetap. Seluruh agenda dan kegiatannya ditetapkan oleh kepresidenan yang digilir diantara para anggotanya.Melalui tema ‘Recover Together, Recover Stronger’ pada G20, Indonesia jelas Giwo, ingin mengajak seluruh dunia untuk bekerjasama, pulih bersama dan tumbuh lebih kuat bersama.
Sementara itu pada sambutannya, Dra. Lenny N. Rosalin, MSc, MFin, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak menyebutkan bahwa dengan jumlah mencapai 49 persen dari total jumlah penduduk Indonesia 270,2 juta jiwa, perempuan memiliki peran yang sangat strategis dalam pembangunan nasional. Akan tetapi hingga kini, perempuan masih menghadapi sejumlah kendala, mulai dari rendahnya indeks pembangunan manusia, indeks pembangunan gender, indeks pemberdayaan gender, perempuan dalam kenetagakerjaan, rendahnya tingkat pendidikan perempuan, minimnya keterwakilan perempuan dalam lembaga politik, kemiskinan perempuan yang masih tinggi hingga masih banyaknya kekerasan terhadap perempuan.
“Dalam kurun 11 tahun terakhir ini indeks pembangunan gender misalnya, tidak meningkat secara signifikan, sehingga sangat tepat jika soal pemberdayaan perempuan menjadi bahasan dalam W20 G20 ini,” jelas Lenny.Pada bidang ketenagakerjaan, kurun tiga tahun terakhir ini diakui Lenny, angkanya tidak bergerak secara signifikan. Gap antara tenaga kerja perempuan dengan laki-laki mencapai 30 poin. “Ini juga menjadi PR kita bersama. Perempuan Indonesia tertinggal baik dalam status pekerjaan, upah yang rendah, produktivitas yang rendah dan lainnya.
“Proporsi perempuan yang menjadi tenaga professional dan kepemimpinan, termasuk menduduki posisi managerial masih rendah. Situasi tersebut tidak hanya terjadi di pedesaan tetapi juga perkotaan,” tegasnya.
Lebih lanjut Lenny mengingatkan bahwa ada 4 hal yang akan menjadi ancaman seluruh negara di dunia pasca pandemi ini, yakni pendidikan, angka kesakitan, ketahanan pangan dan tingkat pengangguran. Fakta di Indonesia, rata-rata pendidikan perempuan hanya sampai lulus SD dan tingkat pendidikan STEM perempuan hanya separuhnya dari laki-laki.
Webinar Nasional tersebut menghadirkan sejumlah pembicara antara lain Prof Luthfiyah Nurlaela, Kepala Badan Pengembangan SDM, Pemberdayaan Masyarakat Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementeria PDT, Elsiana Sesa, Kepala Dinas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Papua Barat Elsiana Sesa, Ema Widiani, Koordinator Rehabilitasi Sosial, Aria Indrawati, Ketua Umum Pertuni dan Dr (can) Susianah Affandy, Ketua Kowani.
sumber link: https://menara62.com/road-to-w20-g20-indonesia…/