Kowani.or.id, Jakarta – Kongres Wanita Indonesia (Kowani) bekerjasama dengan Perhimpunan Perempuan Lintas Profesi Indonesia (PPLIPI) menyelenggarakan “Nonton Bareng Film Sang Pahlawan Nasional, Nyai Ahmad Dahlan” di Epicentrum XXI, Jum’at (8/9/2017).
Ketua Umum Kowani, Dr.Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd. dalam sambutannya menekankan agar sebagai Ibu Bangsa kita harus bersemangat dan pantang menyerah mendidik anak bangsa agar terbentuk generasi penerus yang tangguh dan berkualitas.
“Film ini patut di teladani sebagai perjuangan kaum perempuan, banyak pesan juga hal positif dan hikmah yang bisa kita ambil, mulai dari perjuangan hingga tawakal kepada Allah” ujarnya di depan ratusan pengurus dan anggota organisasi Kowani yang nonton film yang penuh inspiratif dan sangat mengharukan tersebut.
Nyai Ahmad Dahlan merupakan film drama-biopik Indonesia yang dirilis pada 24 Agustus 2017 dan disutradarai oleh Olla Atta Adonara. Film ini merupakan film biopik tentang Siti Walidah atau dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, tokoh emansipasi perempuan, istri dari pendiri Muhammadiyah, Ahmad Dahlan. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang menolak kawin paksa.
Riwayatnya dari kecil Siti Walidah yang diperankan oleh Tika Bravani sangat ingin mengenyam pendidikan hingga dewasa. Menjadi pintar adalah impian perempuan yang lahir pada tahun 1872 di Kampung Kauman tersebut. Saat itu perempuan pergaulannya sangat terbatas dan tidak belajar di sekolah formal. Siti Walidah akhirnya menikah dengan KH Ahmad Dahlan dan menjadi Nyai Ahmad Dahlan. Kyai Ahmad Dahlan adalah sosok lelaki yang sangat berfikiran maju dan mendukung istrinya untuk bersama membangun bangsa. Nyai Ahmad Dahlan dengan kecerdasannya ikut membesarkan Muhammadiyah mendampingi Kyai Ahmad Dahlan. Nyai Ahmad Dahlan mempunyai pandangan yang sangat luas. Hal itu diperoleh karena pergaulannya dengan para tokoh, baik tokoh-tokoh Muhammadiyah maupun tokoh pemimpin bangsa lainnya, yang kebanyakan adalah teman seperjuangan suaminya. Mereka antara lain adalah Jenderal Sudirman, Bung Tomo, Bung Karno, Kyai Haji Mas Mansyur, dan lainnya.
Ia perempuan pertama yang pernah memimpin Kongres Muhammadiyah tahun 1926. Setelah Muhammadiyah berdiri, Nyai Ahmad Dahlan turut merintis kelompok pengajian demi pengajian untuk memberi ilmu agama pada semua wanita-wanita hingga berdiri organisasi gerakan perempuan Sopo Treno yang kemudian bernama “Aisyiyah”. Tak gampang membesarkan organisasi wanita pada zaman itu. Nyai Ahmad Dahlan dan pengurus Aisyiyah berjuang memajukan perempuan yang bermanfaat untuk keluarga, bangsa dan negara. Menurut Nyai Ahmad Dahlan wanita sepadan perannya dengan laki-laki namun tidak boleh melupakan fitrahnya sebagai perempuan. Saat Jepang masuk ke Indonesia, beliau menentang penjajah Jepang dengan melarang warga menyembah dewa Matahari dan mendirikan dapur umum bagi para pejuang.
Nyai wafat beberapa bulan sesudah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Ia mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 1971.
Kehidupan Nyai bersama Kyai Ahmad Dahlan yang saling mendukung dalam membangun bangsa tergambar sangat indah. Bahwa cinta adalah landasan dalam menjalani hidup dan perjuangan.
Galeri: