Doa bersama dalam acara Tahlilan sekaligus mengenang 40 hari berpulangnya Almarhumah Hj. A. Sulasikin Moerpratomo ke Rahmatullah digelar di Kantor Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Jalan Imam Bonjol No.58 Jakarta Pusat, Minggu (3/3/2019). Acara tersebut dihadiri sejumlah keluarga, kerabat dan teman-teman serta para pengurus Kowani.
Wanita yang biasa dipanggil Ibu Eyang atau Eyang Uyut dan akrab dengan nama Ibu Mur tersebut meninggal pada tanggal 23 Februari 2019 pada usia 91 tahun dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Semasa hidupnya, almarhumah menjadi pelopor perlindungan anak dan pejuang kesetaraan hak perempuan dan laki-laki melalui pemikiran dan langkah-langkahnya. Ia konsisten dalam alur perjuangan bagi kemajuan perempuan melalui berbagai organisasi perempuan yang diikutinya.
Perempuan yang lahir di Jakarta, 18 April 1927 ini pernah menjabat sebagai Ketua Umum Kowani Masa Bakti 1978-1983 dan 1983-1988. A. Sulasikin Moerpratomo merupakan lulusan Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan sempat menjadi guru TK dan SD. Setelah lulus dari Sekolah Guru Frobel Kweekschool di Jakarta, pada tahun 1944,ia kemudian menjadi guru SMA di Jakarta pada tahun 1956.
Pada kepengurusan Dewan Pimpinan Kowani masa bakti 1978-1982 yang diketuai Anindya Sulasikin Mupratomo, ada sebuah perkembangan positif bagi kaum perempuan. Hal ini terlihat dari adanya perubahan kuantitatif pada tahun 1978 dengan dirumuskannya kebijakan mengenai Peningkatan Peranan Wanita (P2W) dalam pembangunan Indonesia pada GBHN Pelita III (1978-1981).
Langkah-langkah penting yang diambilnya semasa menjabat sebagai Menteri UPW adalah pemantapan Mekanisme P2W di tingkat nasional dan daerah, pengembangan Pusat Studi Wanita, peningkatan penggunaan Air Susu Ibu (ASI), khususnya upaya memerangi promosi susu formula untuk bayi di bawah usia 4 – 6 bulan. Ia juga yang memulai upaya khusus Peningkatan Kesejahteraan Ibu yang bertujuan menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dimana di Indonesia jumlahnya cukup tinggi. Apa yang telah dimulainya itu kemudian dilanjutkan oleh Gerakan Sayang Ibu pada Pelita VI.