Derap langkah Kongres Wanita Indonesia (Kowani) di tengah masyarakat, dan keikutsertaan wanita dalam berbagai bidang pembangunan, tak terlepas dari peran para perintis pergerakan wanita dahulu kala. Kemudian, diiringi pertumbuhan organisasi-organisasi wanita yang dilatarbelakangi berbagai aspirasi dan sebagian besar merupakan bagian dari organisasi pemuda yang telah ada.
Sumpah persatuan dan kesatuan yang diikrarkan dalam Kongres Pemoeda pada 28 Oktober 1928, membakar semangat pergerakan wanita Indonesia untuk menyelenggarakan Kongres Perempoean Indonesia yang pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta. Tema pokok kongres adalah menggalang persatuan dan kesatuan antara organisasi wanita Indonesia yang pada waktu itu masih bergerak sendiri-sendiri. Kongres tersebut telah berhasil membentuk badan federasi organisasi wanita yang mandiri dengan nama Perikatan Perkoempoelan Perempoean Indonesia (PPPI).
Peristiwa besar pada 22 Desember itu dijadikan tonggak sejarah bagi kesatuan pergerakan wanita Indonesia. PPPI mengalami perubahan nama beberapa kali, pada 1929 menjadi Perikatan Perkoempoelan Isteri Indonesia (PPII). Pada 1935, PPII berganti nama menjadi Kongres Perempoean Indonesia dan pada 1946 menjadi Kowani hingga saat ini.
Kongres Kowani di Surakarta pada 1948 meneguhkan bahwa Pancasila diterima sebagai landasan dasar organisasi dan nilai-nilainya diinternalisasikan oleh anggota Kowani di seluruh Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional. Perjuangan untuk kesetaraan hak perempuan secara vokal disuarakan sebagaimana bunyi Pancasila nomor lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Perempuan memiliki hak untuk bekerja dan mendapatkan jaminan perlindungan atas pekerjaan yang digeluti. Kongres Kowani pada 1949 di Yogyakarta secara spesifik menuntut penyediaan jaminan sosial bagi keluarga korban perang, perawatan kesehatan mental dan fisik, penitipan anak, panti asuhan, rumah untuk wanita lanjut usia, kampanye anti-buta huruf, dan dana belajar bagi anak-anak perempuan.
Sebagaimana lambang Kowani yang menggambarkan lima helai daun hijau. Artinya, lima asas Pancasila dengan tujuan organisasi mewujudkan pribadi wanita Indonesia yang maju, mandiri dan berbudi pekerti luhur. Dalam rangka mengisi kemerdekaan agar tercapai masyarakat adil dan makmur, berasaskan Pancasila, serta berdasarkan UUD 1945 yang menjamin persamaan hak-hak warga negara Indonesia.
Kowani telah berkomitmen untuk memberdayakan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini sejalan dengan sila kedua Pancasila, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab, yang menekankan hak-hak dan martabat setiap individu. Kowani berusaha memastikan dan memperjuangkan bahwa perempuan mendapatkan kesempatan setara dalam pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik.
Dalam mewujudkan sila kelima Pancasila, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Kowani memainkan peran aktif dalam memperjuangkan hak-hak perempuan dan keadilan sosial. Kowani telah mengadvokasi isu-isu seperti kesetaraan gender, hak-hak perempuan dan anak serta perlindungan terhadap kekerasan berbasis gender. Seperti advokasi disahkannya RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga), impelementasi UU TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual), dan UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga).
Kowani aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi, yang selaras dengan sila keempat Pancasila, Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan. Kowani berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Termasuk di dalamnya, program-program untuk perempuan dan keluarga seperti program gerakan Ibu Bangsa mendorong peningkatan UMKM milik perempuan, Ibu Bangsa Berwakaf, Ibu Bangsa untuk Percepatan Penurunan Stunting, Ibu Bangsa anti zat adiktif/tembakau dan lainnya.
Di sisi lain, kami juga sangat berterima kasih dan apresiasi kepada Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai lembaga negara perumus kebijakan Pancasila. Meski terbilang masih muda, BPIP telah concern terhadap isu kesetaraan gender. Serta mengingatkan dan menegaskan kembali, bahwa para pendiri bangsa sudah mengantisipasi isu kesetaraan gender jauh sebelum Indonesia merdeka. Tentunya pada era sekarang, harus terus digencarkan, disosialisasikan dan diimplementasikan.
Bapak Ir. Prakoso, M.M., selaku Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan BPIP juga mengharapkan agar arsip Kartini dan arsip Kongres Perempuan Indonesia I (Kowani) dapat menjadi Memory of the World (ingatan kolektif dunia) yang diakui oleh UNESCO.
Didukung BPIP, K/L lain, dan elemen pentahelix, Kowani tidak hanya konseptual, tapi sehari-hari riil. Kowani membantu memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila diterapkan dalam kehidupan nyata, terutama dalam hal pemberdayaan perempuan, keadilan sosial, serta pembangunan keluarga dan masyarakat.
Penulis adalah Ketua Umum Kowani, Ketua Umum Pita Putih Indonesia, Vice President International Council Of Women, Pembina Perkumpulan Wanita Pejuang 45, Pembina FKPPI.