JAKARTA (Suara Karya): Terungkapnya kasus situs nikahsirrih.com melegakan tetapi juga mengkhawatirkan. Melegakan karena situs yang terang-terangan menyebut “lelang perawan” cepat dilaporkan masyarakat kepada pihak berwajib dan langsung direspon cepat oleh Kepolisian dengan menangkap pemilik situs, selain juga penutupan situs itu oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Sedangkan mengkhawatirkan karena situs yang dapat diakses publik secara terbuka ini akan menjaring anak di bawah umur yang masih berusia 14 tahun. Disebutkan di situs itu, mereka menjadi mitra ketika sudah menginjak usia 14 tahun. Faktanya ada 300 orang sebagai mitra dan 2700 orang tergabung sebagai klien.
Demikian tanggapan Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani) Giwo Rubianto Wiyogo terhadap situs menyesatkan masyarakat tersebut. Giwo juga mengaspresiasi dan mendukung kerja Polri dan Kominfo bertindak cepat menegakkan supremasi hukum serta memblokir situs-situs merusak moral bangsa tersebut.
Kowani meminta pemilik situs dan pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan ini ditindak secara tegas, tuntas serta diberikan sanksi hukum berat agar berpengaruh atau berlaku efek jera bagi pelaku. Pada Minggu dinihari (24/9) pemilik sekaligus pendiri situs www.nikahsirri.com, Aris Wahyudi telah ditangkap polisi dengan sangkaan pasal berlapis yakni Pasal 4, Pasal 29 dan Pasal 30 UU 44/2008 tentang Pornografi serta Pasal 27, Pasal 45, Pasal 52 ayat (1) UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan kemungkinan besar bakal dikenakan hukuman atas pelanggaran UU Perdagangan manusia selain pelaku juga akan dikenakan UU Perlindungan Anak karena melibatkan anak-anak berumur 14 tahun itu yang belum bisa dikategorikan sebagai orang dewasa.
Giwo Rubianto mengecam keras situs nikahsirri.com karena disamping melanggar aturan dan norma-norma keagamaan, juga melecehkan kaum perempuan Indonesia.
“Situs nikah siri berpotensi melanggar aturan dan norma-norma keagamaan maupun kemanusiaan, disamping bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tentang perkawinan. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa setiap perkawinan harus dicatat negara,”tegas Giwo.
Mantan Ketua KPAI ini menyebut nikah di bawah tangan atau nikah sirri adalah pernikahan yang dilakukan di luar pengawasan petugas pencatat nikah dan sudah pasti tidak tercatat di KUA.
“Nikah sirri memosisikan perempuan dan anak yang lahir dari pernikahan itu dalam posisi yang sangat lemah. Perempuan rentan mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual,”ungkap Giwo.
Nikah siri, lanjut dia, juga sangat berpotensi merugikan dan menghilangkan hak anak dan keturunannya karena sang anak tidak memperoleh hak waris. Ini karena kedua orang tuanya tidak tercatat pernikahannya oleh negara (meski pernikahannya secara agama sah). Anak juga tidak mendapatkan kepastian hukum karena tidak teradministrasi secara baik oleh negara sehingga akan berpengaruh terhadap masa depannya.
“Karena pernikahan merupakan hal yang sakral dalam rangka membina hubungan yang bahagia dan damai, maka perlu pula dilakukan dengan cara-cara yang baik. Oleh karena itu, tercatatnya pernikahan sesuai hukum positif (di KUA) merupakan salah satu syarat terbangunnya keluarga sakinah, mawadah dan warohmah. ,” ujar Giwo Rubianto.
Dalam situs itu juga terpampang jelas-jelas upaya merendahkan martabat kaum perempuan, sebab ditulis dengan gamblang “lelang keperawanan. Dari perspektif Ketum Aliansi Pita Putih Indonesia ini, dalam nikah sirri terungkap adanya potensi perbuatan-perbuatan melawan hukum seperti melegalkan perzinahan, selingkuh hingga poligami.
Menurut Giwo, modus pelacuran berkedok agama, selain merendahkan martabat kaum perempuan lantaran secara seksual dieksploitasi juga akan menimbulkan rentetan ekses negatif lain yang juga cukup pelik. Mulai dari perdagangan orang, penyakit kelamin HIV/AIDS, perceraian, anak terlantar, dan lain sebagainya.
Ditambahkannya, sangat tidak tepat dan tidak pantas, jika nikah siri dan lelang keperawanan dianggap sebagai ajang pengentasan kemiskinan, meski mungkin saja ada yang berhasil, dengan ambil jalan pintas dan menghalalkan berbagai cara.
“Menikah tidak untuk mencari keuntungan. Terlebih dalam situs tersebut ditulis bahwa nikah sirri dan lelang keperawanan adalah dimaksudkan untuk mengentaskan kemiskinan. Nikah sejatinya untuk mencari ketenangan dan ketenteraman bukan diekploitasi untuk mencari keuntungan,”jelasnya.
Giwo menyebut di balik itu, yang sangat mengerikan adalah dengan nikah siri sesungguhnya membawa kaum perempuan ke jurang kenistaan, karena perempuan sangat rentan dengan kekerasan, kesehatannya terancam dengan berbagai penyakit.
Adapun yang Kowani lakukan selain mendukung Polri dan Kominfo memblokir situs tersebut, federasi dari organisasi kemasyarakatan perempuan Indonesia ini akan melakukan upaya preventif promotif dengan sosialisasi, edukasi dan advokasi hingga ke lapisan masyarakat yang paling terbawah sehingga tidak terjadi kejahatan terhadap peremouan dan anak dalam modus apa pun.
Kowani juga meminta masyarakat, terutama lingkungan paling basic yakni keluarga untuk kuat menjaga akhlak dan karakter anak karena ini penting sebagai benteng moral dan karakter bangsa dalam menghadapi pengaruh negatif.