Rani : Potret Perempuan Desa Dalam Belenggu Kemiskinan
Jakarta, KOWANI — Rani Andriani atau Melisa Aprilia yang akan dieksekusi mati Minggu (18/1), merupakan potret perempuan desa yang hidup dalam belenggu kemiskinan. Rani di vonis hukuman mati atas kasus penyelundupan 3,5 kilogram heroin oleh Pengadilan Negeri Tanggeran pada 22 Agustus 2000. Dalam kasus tersebut Rani termasuk bagian dari jaringan peredaran narkotika internasional yang dikendalikan sepupunya, Meirika Franola dan seorang lurah di Rancagoong,
Deni Setia Marhawan yang juga masih saudara.
Pada saat kasus tersebut terjadi, usia Rani masih 20-an tahun. Rani kecil tumbuh dan dibesarkan dalam keluarga miskin. Ia tinggal bersama keluarganya di gang kecil, berukuran tidak lebih dari 2 meter, di RT 3 RW 3 Gang Edi 2 Kampung Cikidang Kelurahan Sayang Kecamatan Cianjur. Di usia yang belum 20 tahun, Rani mendapat iming-iming pekerjaan di Jakarta. Ia bekerja pada orang Afrika dengan fasilitas yang sangat baik seperti makanan yang enak, pakaian layak dan tempat tinggal juga layak. Selanjutnya Rani resmi pacaran dengan orang Afrika tersebut sehingga sulit baginya keluar dari situasi (kurir narkoba) seperti itu.
Bagi tetangga sekitarnya, Rani dikenal gadis desa yang santun, baik dan rajin ngaji. Sebelum eksekusi mati, ia berpuasa selama 40 hari lamanya. Ketika 14 tahun silam, tahun 2000 Rani divonis hukuman mati, tetangganya kaget tidak percaya. Bahkan keluarganya sejak saat itu juga menutup diri dari masyarakat sekitar. Sejak lima tahun terakhir, keluarga Rani sudah tidak menghuni rumah di gang sempit itu. Rumahnya telah dijual dan kabarnya keluarganya hidup berpindah-pindah ke Ciranjang Cianjur lalu ke Sumatra. Melihat kisah Rani tersebut di atas, kami Dewan Pimpinan KOWANI memandang bahwa ada persoalan yang sangat serius.
- Pertama, kaum perempuan pedesaan sampai saat ini masih banyak yang hidup dalam kemiskinan. Ketika mata pencaharian keluarga tidak menentu, kaum perempuan pedesaan seperti Rani inilah yang menanggungnya.
- Kedua, para pengedar Narkoba dalam jaringan internasional banyak mengorbankan perempuan seperti Rani sebagai kurir. Alasannya, Rani dan yang lainnya membutuhkan uang banyak untuk keluarganya.
- Ketiga, selama ini yang menjadi sasaran hukum baru “kurir”, belum sampai menyentuh para Bandar Narkoba internasional. KOWANI sangat mendukung Pemerintah yang terus berupaya untuk menangkap para Bandar Narkoba internasional.
KOWANI berharap hukuman yang diberikan kepada jaringan bandar Narkoba internasional tersebut harus sama dengan hukuman yang diberikan kepada Rani, bukan sebaliknya sebagian besar kasus di pengadilan, hukumannya di bawah 20 tahun.
Atas peristiwa Rani, KOWANI mengajak Pemerintah dan masyarakat untuk selalu bersama-sama dalam memberikan edukasi kepada perempuan khususnya mereka yang miskin, membuka akses beasiswa sampai jenjang pendidikan yang tinggi dan terakhir membuka lapangan pekerjaan yang layak.
(oleh: Dr.Ir.giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd)
(Humas KOWANI)