Polisi telah menetapkan ibu angkat Angeline, M, sebagai tersangka. Sebelumnya polisi menetapkan, AG, sebagai tersangka pembunuhan. Sedangkan ibu angkat Angeline ditetapkan tersangka penelantaran anak. Polisi sebelumnya mengaku memiliki empat alat bukti untuk menjerat M.
Akan tetapi ibu angkat Angeline, M, menolak diperiksa sebagai tersangka. Malah belakangan, tim pengacara M, Hotma Sitompoel mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Denpasar. “Ini ada kasus kekerasan pada anak, korbannya meninggal, seharusnya jangan dipolitisir. Kekerasan pada anak memiliki kekuatan hukum yang kuat,” tambah dia.
Selain itu, dia juga kasus tersebut juga merambah ke berbagai persoalan seperti proses adopsi yang hanya dilakukan di
depan akta notaris. “Saya melihat masyarakat mulai jenuhmelihat perkembangan kasus ini. Seharusnya kita harus fokus pada kasus kekerasan pada anak, jangan sampai meluas,” jelas dia.
Dia mengharapkan kasus tersebut jangan diperluas, polisi harus mampu menyelesaikan kasus tersebut dengan tuntas, karena masih banyak kasus kekerasan pada anak yang harus diselesaikan. “Kasus Angeline mengajarkan kita banyak hal. Terutama mengenai peran guru dalam perlindungan anak. Jika ada murid yang ke sekolah kumal, tidak terurus maka guru harus memberi perhatian lebih, bahkan kalau perlu harus mendatangi orang tuanya,” imbuh dia.
Angeline merupakan anak dari pasangan Rosidi dan Hamida, yang kemudian diadopsi oleh M dan suaminya yang berkebangsaan Amerika Serikat. Ia diadopsi sejak berumur tiga hari karena alasan ekonomi sampai kemudian tumbuh menjadi anak yang cantik dan hidup layak.
Kehidupan Angeline berubah sepeninggal ayah angkatnya. Angeline kerap disiksa dan tak diurus. Pada pertengahan Mei 2015, Angeline dikabarkan hilang. Tiga pekan setelah berita kehilangannya, polisi menemukan Angeline dikubur di dekat kandang ayam dengan leher terlilit tali plastik dan selimut yang membungkus tubuhnya.