Memulai Komunikasi dengan Anak Tentang Pentingnya Pendidikan Seks Sejak Dini
Mengapa Pendidikan Seks Penting?
Pendidikan seks menjadi penting mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak dan remaja. Tetapi yang terjadi di lapangan justru orang tua bersikap apatis dan tidak berperan aktif untuk memberikan pendidikan seks sejak usia dini kepada anaknya. Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks akan diperoleh anak seiring berjalannya usia ketika ia sudah dewasa nanti. Mereka seolah menyerahkan pendidikan seks kepada pihak sekolah sebagai sumber ilmu bagi anaknya. Padahal pendidikan seks sendiri belum diterapkan secara khusus dalam kurikulum sekolah. Kurangnya pengetahuan orang tua terhadap kebutuhan anaknya sendiri dalam mengahadapi tuntutan zaman yang semakin berkiblat ke arah barat menjadi faktor utama belum tersampaikannya pendidikan seks sejak usia dini di lingkup keluarga.
Para ahli di bidang kejahatan seksual terhadap anak menyatakan bahwa aktivitas seksual pada anak yang belum dewasa selalu memunculkan dua kemungkinan pemicu: pengalaman dan melihat. Hal ini berarti anak-anak yang menyimpang secara seksual sering melihat adegan seks tanpa penjelasan ilmiah yang selalu membangkitkan birahinya dan menimbulkan kecanduan. (Andika, 2010:31).
Bagaimana Memulai Komunikasi dengan Anak? `
Menguasai munculnya perasaan seksual dan pembentukkan kesadaran terhadap identitas seksual merupakan proses yang beragam dan panjang. Hal tersebut melibatkan pembelajaran untuk menangani perasaan-perasaan seksual (seperti gairah seksual dan daya tarik), untuk mengembangkan bentuk-bentuk baru dari keintiman dan belajar keterampilan untuk mengatur perilaku seksual untuk menghindari konsekuensi yang tidak diinginkan. Identitas seksual muncul dalam konteks faktor-faktor fisik, sosial dan budaya, dengan kebanyakan orang menempatkan kendala terhadap perilaku seksual remaja. (Santrock, 2011:309)
Memahami besarnya keingintahuan anak tentang perilaku seksual yang sering dilihatnya mengharuskan adanya komunikasi yang intens antara orang tua dan anak agar informasi yang didapatkan bisa menjadi benteng pertahanan diri bukan malah menjerumuskan masa depan anak karena tidak mendapatkan informasi yang tepat. Pertanyaan-pertanyaan anak yang sering diajukan merupakan bentuk tahap perkembangan anak dalam bereksplorasi terhadap lingkungannya.
Orang tua disarankan untuk tetap menjawab pertanyaan anak tersebut dengan tenang dan sesuai dengan pemahaman anak. Karena ketika orang tua terkihat bingung atau kaget ketika mendapatkan pertanyaan tersebut, anak justru merasa segan untuk bertanya kembali. Dalam benaknya terekam memori yang menyatakan bahwa dirinya telah menanyakan sesuatu yang salah. Hal ini akan berlangsung sampai ia dewasa dan akan kesulitan untuk mulai bertanya tentang seks terhadap orang tuanya.
Sebagai contoh pertanyaan yang lazim ditanyakan anak usia 3-6 tahun adalah, “Ibu, dari mana aku lahir?” Orang tua dapat menjawab, “Dari rahim Ibu, adek keluar melalui vagina (kemaluan perempuan)”. Bila anak bertanya lebih lanjut, orang tua dapat menjelaskan melalui buku yang benar, seperti ensiklopedia. Tunjukkan gambar yang ada di buku dengan metode KISS (Keep Information Short and Simple). Orang tua dapat menerangkan, “Kalau adek sudah mau keluar dari rahim Ibu, kemaluan ibu akan melar seperti karet gelang ini.” Bila anak sudah berhenti bertanya, tak perlu melanjutkan penjelasan. (Andika, 2010)
Pendidikan seks harus dimulai sejak dini dan bertahap sesuai perkembangan anak. Bila hal ini dilakukan saat beranjak dewasa mereka tidak akan mencari penjelasan dari lingkungan sekitar yang terkadang menyesatkan. Untuk mulai menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap anak, orang tua bisa mendiskusikan beberapa hal berikut ini sesuai kesepakatan, yaitu (1) cara yang santun untuk mengungkapkan pendapat ke orang tua, (2) jam belajar anak dalam satu hari, (3) batas waktu anak keluar malam, (4) wilayah mana saja yang menjadi privasi anak dan orang tua, dan (5) tayangan televisi yang bisa ditonton oleh anak berdasarkan usia. (Andika, 2010:35-36)
Pembicaraan harus diawali dengan menaruh rasa hormat sehingga anak tidak menertawakan pertanyaan atau kata-kata yang diucapkan. Jika orang tua memberikan contoh bagaimana mengucapkan kata-kata “sensitif” dengan penuh hormat, maka anak meniru sikap tersebut. Mereka tidak akan merasa malu atau tertekan untuk membicarakan hal-hal yang masih dianggap jorok atau tabu bagi sebagian masyarakat.
Selain mengatur cara berkomunikasi, orang tua juga dapat menyisipkan peringatan-peringatan kecil sebagai proteksi dini bagi anak. Hal ini untuk menghindarkan si anak dari tindakan jahat yang akan dilakukan oleh orang lain pada dirinya. Tanamkan pada anak bahwa hanya ibu, dan ayah atau dokter saja apabila kamu sakit yang boleh melepaskan pakaianmu, menyentuh dan memeriksa bagian pribadi tubuhmu. Jangan mau diajak ke tempat yang sepi oleh siapapun.katakan pada anak bahwa apapun yang dia alami, ceritakan pada ayah atau ibu. Dan yang terakhir adalah jka ada orang yang mencoba mengancam anak, segera bertahukan ayah atau ibu karena mereka akan melindunginya. (Andika, 2010)
Edit by : Diah Fajar Pratiwi
url : http://www.kompasiana.com/wicka14/pentingnya-mengenalkan-pendidikan-seks-sejak-usia-dini_54f8417ca33311855e8b48f6