Satu lagi pahlawan perempuan asal Aceh yang berjuang melawan penjajahan Belanda dulu, Laksamana Malahayati ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional tahun 2017 oleh Pemerintah Indonesia.
Penetapan tersebut berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia Nomor 115/TK/Tahun 2017 tentang Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional yang ditandatangani Presiden Joko Widodo (Jokowi)
Bersama Laksamana Malahayati, admiral pertama dari Aceh yang memimpin armada Angkatan Laut dan Laskar Tentara Perempuan pada masa Kerajaan Aceh, juga ditetapkan tiga tokoh lainnya sebagai pahlawan nasional, yaitu Tgk H.Muhammad Zainuddin Abdul Madjid (pendiri organisasi Nahdatul Whatan) dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Sultan Mahmud Riayat Syah (tokoh dari Provinsi Kepulauan Riau) dan Prof Drs H.Lafran Pane dari Daerah Istimewa Yogyakarta.
Upacara penganugerahan gelar pahlawan nasional tersebut akan dipimpin Presiden Jokowi didampingi Wapres Jusuf Kalla hari ini, Kamis (9/11) pukul 11.00 Wib di Istana Negara, Jakarta. Gelar pahlawan nasional tersebut akan diterima oleh para ahli warisnya.
Mewakili ahli waris Laksamana Malahayati, penganugerahan gelar pahlawan diterima cucu sultan terakhir Aceh, yaitu Sultanah Putroe Safiatuddin Cahaya Nur’alam, penulis buku “Silsilah Raja-Raja Aceh,” Pocut Haslinda Syahrul Muda Dalam dan sejumlah budayawan Aceh lainnya.
“Insya Allah penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Laksamana Malahayati dilakukan di Istana Negara oleh Presiden Jokowi,” ujar Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd.
Menurutnya, Laksamana Keumalahayati adalah perempuan Indonesia ke-13 yang mendapat penganugerahan gelar Pahlawan Nasional. Sebelumnya, sejumlah perempuan Aceh pejuang kemerdekaan saat mengusir penjajah Belanda juga telah ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional, antara lain Cut Meutia dan Cut Nyak Dhien.
Beri apresiasi
Anggota DPR-RI asal Aceh, Teuku Riefky Harsya memberi apresiasi kepada pemerintah yang telah menyetujui dan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional bagi Laksamana Keumalayahati.
Hal yang sama juga disampaikan Anggota DPR-RI asal Aceh lainnya dari Fraksi Partai Golkar, Firmandez. Ia sangat mengapresasi pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh perempuan asal Aceh tersebut. Menurut Koordinator Tim Pemantau Otonomi Khusus (Otsus) Aceh ini, penetapan Laksamana Malahayati sebagai Pahlawan Nasional menegaskan kembali betapa besar kiprah perempuan Aceh dalam kancah politik dan militer sejak masa silam.
“Kita patut berbangga, dari belasan pahlawan nasional perempuan di Indonesia, tiga di antaranya berasal dari Aceh, yakni Cut Nyak Dhien, Cut Meutia dan kini Malahayati. Ini artinya, perempuan Aceh sejak zaman dahulu sudah mendobrak emansipasi, bahkan jauh sebelum bangsa barat menggelorakan emansipasi perempuan,” jelas Firmandez.
Proses pengajuan Laksamana Keumalahayati menjadi Pahlawan Nasional diprakarsai Kongres Wanita Indonesia (Kowan) dan mendapat dukungan dari Komisi X DPR-RI. Ide itu disambut hangat Gubernur Aceh ketika itu, Zaini Abdullah yang menerbitkan rekomendasiditujukan kepada Menteri Sosial agar Laksamana Keumalahayati dijadikan sebagai Pahlawan Nasional. Suratnya tertanggal 9 Juni 2017.
Laksamana Malahayati, adalah salah seorang perempuan pejuang yang berasal dari Kesultanan Aceh. Nama lahirnya adalah Keumalahayati. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah. Kakeknya dari garis sang ayah adalah Laksamana Muhammad Said Syah, putra dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah sekitar tahun 1530-1539 M.
Adapun Sultan Salahuddin Syah adalah putra dari Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah (1513-1530 M), yang merupakan pendiri Kerajaan Aceh Darussalam.Pada tahun 1585-1604, dia memegang jabatan Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV.
Malahayati memimpin 2.000 anggota pasukan Inong Balee (janda-janda pahlawan yang telah syahid) berperang melawan kapal-kapal dan benteng-benteng Belanda pada 11 September 1599 sekaligus membunuh Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal.
Dia mendapat gelar Laksamana untuk keberaniannya itu, sehingga kemudian lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati. Setelah meninggal dunia, jenazah Malahayati dikebumikan di Bukit Krueng Raya, Lamreh, Kabupaten Aceh Besar.