Kowani dan Caleg Perempuan Lintas Partai Kecewa Dengan Modus Kecurangan Pemilu 2014
Jakarta, KOWANI – Sejumlah caleg perempuan yang baru pertama kali terjun dalam pertarungan meraih kursi legislatif heran dengan dinamika politik jelang pencoblosan. Politik uang mewarnai malam sebelum hari pencoblosan Pileg 9 April 2014 lalu. Kondisi itu semakin miris ketika pasca pencoblosan, hasil perolehan suaranya turun drastis hingga ribuan suara hilang.
Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), banyak menerima laporan caleg wanita yang kehilangan suara diduga imbas dari praktik politik uang lawan politiknya. Malam sebelum pencoblosan ternyata banyak beredar gerakan serangan hujan amplop yang mempengaruhi hak pilih warga.
Berdasarkan hal tersebut, Kamis, 24 April 2014, Kowani mengadakan diskusi Hasil Pileg 2014 di kantor KOWANI, yang dipimpin langsung oleh Ketua Umum Kowani masa bakti 2009-2014,
Dr. Dewi Motik Pramono, M.Si. Dalam diskusi tersebut beliau mengatakan bahwa sampai hari ini (24/7) beliau merasakan ternyata bahaya sekali transaksi perdagangan uang, pembelian suara, berpindahnya suara oleh tokoh laki-laki partai besar.
Beliau mendapat laporan ada caleg perempuan yang suaranya pada hari pertama 2.300 suara tapi pada hari kedua menjadi 1.300. Dalam waktu singkat 1.000 suara bisa hilang, tentu ada sebuah transaksi yang merugikan caleg perempuan. Beliau menilai praktek seperti ini membuat keterwakilan kaum perempuan 30% bisa hilang karena dikuasai oleh kaum laki-laki. Sangat disayangkan jika wakil rakyat yang terpilih duduk di kursi legislatif dicapai dengan menggunakan uang. Partisipasi aktif perempuan di legislatif terancam turun.
Meidya Amora, caleg perempuan DPR RI dari PDI Perjuangan dapil Jawa Barat I merasakan hal seperti itu. Suaranya pada hari pertama paling banyak, tapi hari berikutnya menurun drastis dan incumbent menduduki posisi pertama. Keberadaan saksi di TPS, banyak tidak diketahuinya sehingga seringkali tidak maksimal. Suaranya banyak yang tidak sah, banyak yang dicoret sehingga menganulir perolehan suaranya.
Hal senada disampaikan Ifa Sofwan, Caleg Golkar Dapil 3 Jawa Tengah bahwa uang segala-galanya dalam Pileg tahun ini. Upayanya turun di tengah masyarakat berbulan-bulan tidak ada artinya dengan guyuran amplop lawan politiknya malam sebelum coblosan. Herannya lagi, masyarakat membuka harga ketika salah satu caleg yang turun ke lapangan ingin memenangkan suaranya. Hal itu masih terjadi dari tahun ke tahun sehingga bagi yang tidak menggunakan politik uang sulit untuk menang.
Atas pengalaman berpolitiknya itu, Ira yang juga Wakil Komtap Bidang Pariwisata dan Promosi Luar Negeri Kadin Indonesia meminta ada mekanisme yang lebih baik untuk memilih wakil rakyat dengan pola caleg terukur. Yakni kewenangan untuk memilih caleg diserahkan kepada partai masing masing, agar partai menyeleksi kadernya sendiri yang punya kemampuan jadi wakil rakyat. Jangan sampai kader terpilih pada Pileg justru tidak punya kemampuan yang mumpuni.
(Humas KOWANI)