Berita

  • Home
  • Berita
  • Kekerasan Masih Mendominasi Persoalan Perempuan dan Anak di ASEAN

Kekerasan Masih Mendominasi Persoalan Perempuan dan Anak di ASEAN

  • adminkowani
  • 3 November 2016
News Image

National Women Council Thailand sedang memaparkan masalah climate change dalam acara ACWO 17th Biennial Assembly

Asean Confederation Women Organization (ACWO) menyelenggarakan Kongres ke 17 di Bangkok 31 Oktober -2 November 2016. Agenda utama dalam 17th ACWO Biennial Assembly adalah penyampaian laporan masing-masing organisasi perempuan ASEAN dan menyusun strategic planning ACWO periode 2017-2020.

Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) merupakan satu-satunya organisasi perempuan yang menjadi anggota ACWO. Dalam sidang ACWO ke 17 ini, KOWANI memaparkan salah satu program utamanya yakni melakukan pencegahan, kampanye dan edukasi terhadap perdagangan perempuan dan anak atau trafficking.

Persoalan trafficking di Indonesia dan Negara-negara lainnya sulit diberantas karena kasus ini ibarat pedang bermata dua. Pelaku tindak pidana trafficking menampilkan dirinya sebagai dewa yang hendak menolong kaum perempuan yang ingin mendapatkan pekerjaan.  Sebagian besar korban trafficking dijanjikan bekerja di restoran, babysitter namun akhirnya mereka dipaksa melayani seks di lokalisasi, bekerja di tempat hiburan dan panti pijat. Para korban baru menyadari bahwa mereka diperjual belikan setelah dipaksa melakukan hal yang tidak sesuai  dengan iming-iming sebelumnya.

Banyaknya regulasi sebagai wujud political will Pemerintah Indonesia terhadap kejahatan pergadangan orang ternyata kasus trafficking masih cenderung meningkat. Data yang dihimpun Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial Kementerian Sosial sampai tahun 2014 terdapat 6088 kasus, di antaranya korban yg alami kekerasan seksual berjumlah 983 orang. Angka ini tentu belum mempresentasikan angka yg sesungguhnya karena banyak tidak terungkap ke publik.

Masalah trafficking di Indonesia disebabkan oleh struktur social patriakhat, memandang perempuan sebagai komoditi yang dapat mendapatkan hasil. Kemiskinan dan rendahnya pendidikan adalah hal yang Nampak di permukaan sebagai penyebab utama trafficking.

Upaya yang harus dilakukan oleh pegiat sosial dalam rangka melakukan pencegahan trafficking antara lain advokasi, kampanye, edukasi kepada masyarakat khususnya kaum perempuan. Selain itu kami mengharapkan dukungan masyarakat luas agar tidak melakukan perkawinan anak. Karena perceraian banyak terjadi disebabkan perkawinan usia anak. Anak-anak harus mendapat perlindungan, mendapat pengasuhan dan pendidikan yang cukup bagi modal masa depannya. Jika di usia belia, anak-anak ini dilepas hak-haknya sebagai anak karena harus menjalani kehidupan rumah tangga, maka dalam struktur patriakat seperti di Indonesia mereka sangat rentan dengan kekerasan. Dan pada saat punya masalah, anak-anak yang sudah berumah tangga ini akan keluar rumahnya dan memilih bekerja, di situlah para sindikat trafficking bekerja. Kita harus berjuang keras untuk melakukan pencegahan terhadap hal ini.

Masyarakat harusnya menyadari bahwa dampak trafficking bagi korban adalah trauma, stress dan terancam mengidap penyakit menular. Keluarga juga mendapat dampaknya  yakni mengalami keberfungsian keluarga yang tidak seimbang. Kasus trafficking juga berdampak lemahnya potensi SDM, merusak kesehatan masyarakat dan tentunya menurunkan wibawa Pemerintah.

Pada pembahasan strategic planning ACWO periode 2017-2020, masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak menjadi bahasan dalam isu utama Organisasi Perempuan ASEAN. Selain itu masalah gender and sosial budaya yang masih hinggap di Negara ASEAN adalah steotyping dan rendahnya peran perempuan dalam pengambilan kebijakan. Dua topic lain dalam strategic planning adalah perempuan dan pemberdayaan ekonomi serta masalah perempuan dan keberlangsungan lingkungan hidup.

Create Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *