“Makna kurban perlu diajarkan kepada anak sejak dini untuk membangkitkan kesalehan sosial,” kata Giwo di Jakarta, Rabu (14/9).
Menurut Giwo, anak-anak dapat dilibatkan dalam pembagian daging kurban, sepanjang sesuai dengan tahapan perkembangannya. Dengan demikian, anak memiliki kepekaan sosial sebagai bagian dari pembentukan kualitas spiritual.
“Ajarkan anak berkurban sejak dini, agar kelak menjadi pribadi yang terbiasa berbagi kepada orang lain,” kata Giwo menegaskan.
Ia menambahkan, seperti halnya ibadah haji, ibadah kurban juga mengingatkan kembali pada kisah keteguhan nabi Ibrahim AS, ketika diperintahkan Allah SWT, untuk menyembelih anaknya Ismail AS. Sebagai seorang nabi, Ibrahim AS tidak mungkin mengingkari perintah Allah SWT itu.
Namun, Nabi Ibrahim AS, juga seorang ayah yang juga tidak tega menyembelih anaknya sendiri. Nabi Ibrahim AS, dihadapkan pada dua pilihan yang dilematis (kepentingan Allah SWT dan kepentingan beliau pribadi).
Akhirnya Ibrahim dialog dengan Ismail dan atas persetujuan anaknya dia melanjutkan niatnya berkurban. Namun secara tiba-tiba malaikat turun untuk menggantikan Ismail dengan domba.
Ibadah kurban, menurut Giwo, akan sangat dangkal maknanya jika hanya dimaknai sebatas mengenang kepatuhan Ibrahim dan kepasrahan Ismail. Tetapi lebih dari itu, memiliki makna sebagai pendidikan karakter ummat.
“Betapa tidak, ibadah kurban tidak hanya mengandung makna ketundukan dan kepasrahan seorang hamba kepada Allah, tetapi juga tersirat nilai kesalehan sosial yang sangat mulia,” ujarnya. (yon)
Sumber:
http://m.suarakarya.id/2016/09/15/idealnya-jangkau-area-rentan-ekonomi
Kamis, 15 September 2016 02:00 | Jurnalis : RED