JAKARTA (Pos Sore) — Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M. Pd, mengungkapkan, merujuk data UNESCO bahwa di seluruh negara dunia masih ada 775 juta penduduk yang masih buta huruf. Sementara di Indonesia, saat ini sekitar 1,78 persen warga negaranya masih buta huruf. Sebagian besar mereka berada di daerah 3 T (Tertinggal, Terpencil, Terdalam).
“Walaupun Indonesia dibilang sukses dalam memberantas buta aksara, namun ia mengingatkan Indonesia jangan berpuas diri. Kita justru harus mewaspadai adanya buta aksara yang tinggal sedikit dibanding negara lain,” tegas Giwo saat memberikan pengantar dalam webinar memperingati Hari Aksara Internasional ke-55 bertema “Indonesia Maju Terwujud Masyarakat Literasi yang Belajar Sepanjang Hayat”, Selasa (29/9/2020).
Dalam Webinar yang diadakan Kowani ini menghadirkan Ketua Umum Kowani periode 2004-2009 yang juga Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak periode 2009-2014 Linda Amalia Sari Agum Gumelar, S.I.P sebagai pembicara kunci.
Linda yang juga menjabat Ketua Umum Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI) didaulat untuk memberikan testimoni yang saat kepemimpinannya Kowani ikut berperan dalam pemberantasan buta aksara dan meraih sukses dengan mendapatkan penghargaan dari Menteri Pendidikan Nasional atas kepedulian dan kinerja Kowani yang tinggi dalam Percepatan Pemberantasan Buta Aksara melalui Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Aksara Intensif dengan menggerakkan Organisasi anggota Kowani, BKOW, GOW dari seluruh Indonesia.
Sementara itu, para pembicara dalam webinar ini yaitu Direktur Jenderal PAUD dan Dikdasmen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jumeri, S.TP., M.Si; Ketua Umum Forum Taman Bacaan Masyarakat yang juga dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten Dr. Firman Hadiansyah; serta Ketua Perempuan PGRI dan Ketua Departemen Pendidikan Khusus dan Pendidikan Nonformal, serta Tim Khusus Kowani R. Ella Yulaelawati, MA.,Ph.D.
Giwo melanjutkan, Hari Aksara yang diumumkan UNESCO pada 1955 diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan semangat para pemimpin, tokoh masyarakat dan pegiat pendidikan untuk menyukseskan Gerakan Nasional Percepatan Pemberantasan Buta Aksara dalam rangka pemberdayaan dan pengembangan literasi masyarakat.
“PERINGATAN HARI AKSARA INTERNASIONAL ATAU HARI MELEK HURUF INTERNASIONAL DAPAT DIJADIKAN BAGI MASYARAKAT INDONESIA TERUTAMA PARA IBU SEBAGAI PENGAJAR PERTAMA DAN UTAMA BAGI KELUARGANYA UNTUK DAPAT BERPERAN AKTIF MENGINGATKAN MASYARAKAT AKAN PENTINGNYA MELEK HURUF SEBAGAI MASALAH MARTABAT DAN HAK ASASI MANUSIA, SERTA UNTUK MEMAJUKAN AGENDA KEAKSARAAN MENUJU MASYARAKAT YANG LEBIH MELEK HURUF,” TEGAS GIWO.
Menurut UNESCO, aksara adalah literasi dan bukan hanya terkait dengan kemampuan baca tulis tetapi berbagai bentuk kemahiran yang memungkinkan warga negara untuk terlibat dalam pembelajaran sepanjang hayat dan berpartisipasi penuh dalam komunitas, tempat kerja dan masyarakat.
UNESCO juga menjelaskan, kemampuan literasi merupakan hak setiap orang dapat meningkatkan kualitas individu, keluarga maupun masyarakat karena sifatnya yang multiplier effect menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
“Jika dari dalam keluarga melalui peran Ibu sudah dikenalkan untuk melek huruf maka dalam proses pendidikan keaksaraan dalam pemberantasan buta aksara akan lebih effektif dan efisien. Karena pemberantasan buta aksara pada masyarakat dimaksudkan agar bangsa Indonesia ini menjadi bangsa yang unggul tidak hanya dari sumber daya alamnya saja tatapi juga dari sumber daya manusianya,” tuturnya.
Giwo mengatakan, pada saat ini tentunya Kowani ingin meneruskan Program Pemberantasan Buta Aksara dengan melaksanakan Program Kecakapan Hidup Perempuan yaitu meningkatkan kemampuan kecakapan hidup melalui kecakapan personal, sosial, intelektual dan vokasional sehingga memiliki sikap pengetahuan yang lebih baik untuk dapat berperan aktif dalam proses pembangunan keluarga, masyarakat dan bangsa.
Selain itu, Program Penguatan Aksara Kewirausahaan yaitu program penguatan usaha/inkubator bisnis dalam rangka memelihara dan pelestarian kemampuan keaksaraan dalam penguatan unit usaha. Juga Program Peningkatan Budaya Tulis melalui Koran Ibu yang merupakan pembelajaran yang berpihak pada peningkatan kemampuan dan budaya tulis perempuan sebagai penguatan keaksaraan melalui berbagai media informasi, komunikasi dan teknologi.
“Salah satu bagian yang terpenting dari kehidupan manusia adalah pembinaan menuju kehidupan yang berkualitas dan banyak faktor yang harus dipenuhi di antaranya pendidikan,” tandasnya.
Kowani yang didirikan melalui Kongres Perempuan Pertama 22 Desember 1928 yang merupakan federasi organisasi terbesar yang memilik 97 organisasi anggota dan menjangkau 87 juta perempuan di seluruh Indonesia terus berjuang dalam pengentasan buta aksara. Terlebih lagi dengan adanya tantangan dari pandemi Covid-19 yang hingga sekarang masih berlangsung bersamaan dengan tuntutan harus melek IT.
“Mau tak mau, bisa tak bisa kita harus kembali mengasah kemampuan literasi lebih dalam lagi, berkreasi untuk berkomunikasi, serta memahami dan memanfaatkan media yang kita miliki untuk menjalankan kegiatan dan program-program,” tuturnya.
Untuk menunjang sejumlah program itu, Kowani sudah mempunyai Perpustakaan yang berada di Gedung Nyi Ageng Serang, Jln. Rasuna Said, Jakarta Selatan. Perpustakaan Kowani ini Pusat Dokumentasi Pergerakan Perempuan yang terangkum dalam banyak buku mengenai perempuan, untuk dan dari perempuan.
Saat ini, Kowani juga sedang membangun perpustakaan digital mengenai pergerakan perempuan dari masa ke masa sebagai tonggak pengingat sejarah yang dapat diteruskan kepada generasi penerus bangsa. Harus diyakini bersama bahwa kemampuan literasi akan membantu pembangunan yang berkelanjutan. Buta huruf bagaimanapun adalah hambatan untuk kualitas hidup yang lebih baik.
Kowani sendiri memiliki visi dan misi meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan hak wanita dan perlindungan anak, juga meningkatkan partisipasi wanita dalam bidang ekonomi, pendidikan, politik, kesehatan, sosial, moral dan agama serta lingkungan hidup. Untuk menjalankan program-programnya Kowani mempunyai 12 bidang yang sesuai dengan amanah Kongres Kowani ke XXV yang telah diadakan pada Desember lalu.
“Merupakan kebanggaan kami untuk menerima mandat dari Kongres Perempuan ke-II tahun 1935 sebelum kemerdekaan, sebagai Ibu Bangsa yaitu di mana seluruh perempuan Indonesia harus mengemban tanggung jawab mulia mempersiapkan generasi penerus yang inovatif, kreatif, unggul, militant yang memiliki kepribadian bangsa dan nasionalisme yang pantang menyerah serta sehat jasmani dan rohani,” kata Giwo.
Terkait penyelenggaraan webinar ini, Giwo menyampaikan apresiasinya kepada pengurus Kowani di Bidang Pendidikan, IPTEK, Seni dan Budaya, Bidang Pengembangan dan Kelembagaan, Bidang Organisasi dan Keanggotaan, serta Bidang Humas, atas kerjasama yang solid webinar berjalan dengan baik dan lancar. (tety)
Sumber link:
http://possore.com/2020/09/29/hari-aksara-internasional-ke-55-giwo-rubianto-kowani-terus-berjuang-entaskan-buta-huruf-di-indonesia/